Minggu, 30 November 2014

MISKIN TIDAK HARUS MENGEMIS


Ini adalah sepenggal kisah yang diceritakan oleh Ibu Ernydar Irfan,
Miskin Tidak Harus Mengemis.
Hari ini sesosok wanita tua mengetuk pintu kaca toko saya:
"Bu... beli kue saya... belum laku satupun... kalau saya sudah ada yang laku, saya enggak berani ketuk kaca toko Ibu... "
Saya persilakan dia masuk dan duduk. Segelas air dan beberapa butir
kurma saya sajikan untuknya.
"Ibu bawa kue apa?" tanya saya.
"Gemblong, getuk, bintul, gembleng Bu" jawabnya.
Saya tersenyum dan berkata: "Saya nanti beli kue ibu... tapi Ibu duduk dulu, minum dulu, istirahat dulu".
"Muka Ibu sudah pucat"
Dia mengangguk dan melanjutkan bicara:
"Kepala saya sakit Bu.. pusing, tapi harus cari uang. Anak saya sakit,
suami saya sakit, di rumah hari ini beras udah gak ada sama sekali. Makanya saya paksa jualan", katanya sambil memegang keningnya.
Air matanya mulai jatuh. Saya cuma bisa memberinya sehelai tisu dan dia melanjutkan bicara: "Sekarang makan makin susah, Bu. Kemarin saja beras gak kebeli, apalagi sekarang. Katanya bensin naik. Apa-apa serba naik. Saya udah 3 bulan saya cuma bisa bikin bubur. Kalau masak nasi gak cukup. Hari ini jualan
belum laku, nawarin orang katanya gak jajan dulu. Apa-apa pada mahal. Katanya uang belanjanya pada enggak cukup".
"Anak ibu sakit apa?" saya bertanya.
"Nggak tau ibu, batuknya berdarah", saya terpana.
"Ibu.. Ibu harus bawa anak Ibu ke puskesmas, kan ada BPJS?"
Dia cuma tertunduk, lalu melanjutkan bicara:
"Saya bawa anak saya pakai apa Bu? gendong gak kuat, jalannya jauh,
naik ojek gak punya uang"
"Ini kue Ibu bikin sendiri?" tanya saya.
"Enggak Bu, ini saya ngambil ke orang", jawabnya.
"Terus Ibu penghasilannya dari sini saja?" dia mengangguk lemah.
"Berapa Ibu dapet setiap hari?"
"Nggak pasti Bu, ini kue untungnya 100-300 perak, bisa dapet 4 ribu -12 ribu paling banyak." jawabnya.
Kali ini air mata saya yang mulai mengalir.
"Ibu pulang jam berapa jualan?"
"Jam 2.
Saya gak bisa lama-lama Bu, soalnya uangnya buat beli beras.
Suami sama anak saya belum makan. Saya gak mau minta-minta, saya
gak mau nyusahin orang."
Lalu kata saya: "Ibu, kue-kue ini tolong Ibu bagi-bagi di jalan. Ini buat beli beras buat 1 bulan, ini buat 10x bulak balik naik ojek bawa anak Ibu berobat. Ini buat modal Ibu jualan sendiri. Ibu sekarang pulang saja. Bawa kurma ini buat
pengganjal lapar".
Ibu itu menangis. Dia pindah dari kursi ke lantai, dia bersujud. Tak
sepatah katapun keluar, lalu dia kembalikan uang saya.
"Kalau Ibu mau beli. Belilah kue saya. Tapi selebihnya enggak bu. Saya malu."
Saya pegang erat tangannya.
"Ibu... ini bukan buat Ibu. Tapi buat Ibu saya. Saya melakukan bakti ini
untuk Ibu saya, agar dia merasa tidak sia-sia membesarkan dan mendidik saya. Tolong diterima".
Saya bawa keranjang jualannya. Saat itu saya memegang lengannya dan saya menyadari dia demam tinggi.
"Ibu pulang ya..."
Dia cuma bercucuran airmata lalu memeluk saya dan berkata
"Bu.. Saya gak mau kesini lagi. Saya malu. Ibu gak doyan kue jualan saya. Ibu cuma kasihan sama saya... saya malu....".
Saya cuma bisa tersenyum dan berkata
"Ibu... Saya doyan kue jualan ibu, tapi saya sedang kenyang.
Sementara
di luar pasti banyak yang lapar dan belum tentu punya makanan.
Sekarang Ibu pulang yaa..."
Saya bimbing dia menyeberang jalan, lalu saya naikkan angkot. Dia terus berurai air mata...
Lalu saya masuk lagi ke toko, mebuka-buka FB saya dan membaca
status orang-orang berduit yang menjijikan.
The show must go on...!!!
Sumber : ust muhammad wujud
--
Copas ust khalid syamsudi
*recopas dari kawan di group SMT, kisah nyata dan sudah di konfirmasi kebenaran nya dgn ibu yang bersangkutan.*
Jadi ingat ada penjual kue donat keliling di sekitar rumah saya. Beliau sudah tidak muda tapi tenaga dan semangatnya untuk memperjuangkan hidup keluarga nya sangatlah tinggi. Tubuh nya yang kecil masing sanggup menopang belasan box donat di punggung nya. Hanya dengan di sangga sehelai kain yang sudah lusuh. Tak kenal hujan tak kenal panas. Dengan lantang nya meneriakkan kue jualannya dengan suara yang khas. Sesekali kalau lewat depan rumah, kalina suka ikut mencontoh bagaimana ibu itu bersuara.. "Donaat..donaat.. || Onde..risol.."
Pernah ketuka beli saya bertanya kpd beliau,
Saya : ibu ini kue nya buat sendiri?
Penjual donat : Ngga neng, ibu ngambil dagangan orang
S : Dapat upah berapa bu?
P : Ga tentu neng, tergantung habis atau ngga tiap box nya. Kalau habis ibu dapet 2000 tiap box nya. Kalau ga habis dan masih banyak paling cuma 500-1000 perak tiap box.
*lantas saya menghitung jumlah box yang di pikul nya. Ada sekitar 11-12box. Maasyaa'Allah, saya di suruh ngangkat 5 box juga belum tau kuat apa ngga.
Sungguh betapa miris hati ini. Perbanyak sujud dan syukur yang telah Allah berikan kepada kita atas segala nikmat dan rizki nya. Perbanyak sedekah dan berbagi kepada mereka yang membutuhkan. Jika tidak di mulai dari skrg? Lalu kapan lagi? Akankah kita harus menunggu dulu sampai pada kondisi seperti mereka?
Alhamdulillahi ladzi bini'matihi thathimushaalihaat..